Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea

BAB I PENDAHULUAN 

A. LATAR BELAKANG 

Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Barang ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah pabean. Kegiatan ekspor akan meningkatkan devisa negara, untuk melakukan kegiatan ekspor suatu barang ke negara tertentu, diperlukan prosedur ekspor yang harus dilakukan sesuai dengan dasar hukum yang berlaku di setiap negara. Jika ekspor yang dilakukan tidak mengikuti prosedur dan tidak sesuai dengan dasar hukum yang mengatur kegiatan ekspor, maka si pengekspor akan dikenai sankasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Setiap negara memiliki peraturan dan ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Produk yang akan dipasarkan haruslah memiliki standar mutu yang baik (export quality) sehingga dapat memuaskan konsumen serta pengiriman barang yang tepat waktu yang dapat berdampak terhadap pemesanan secara reguler. Disamping itu eksportir haruslah mengerti selera konsumen negara tujuan ekspor. Ekspor sebagai kegiatan yang rumit dan juga melibatkan banyak pihak, tentu saja juga terdapat kasus ataupun konflik sehingga membuat ekspor menjadi terhambat.Di sini saya berusaha untuk menyampaikan salah satu contoh kasus yang sering terjadi ketika adanya kegiatan ekspor, yaitu dumping. Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Kasus ini merupakan kasus antara Indonesia dan Korea. Di mana Indonesia dituduh melakukan kegiatan dumping kertas oleh Korea Selatan, namun pada kenyataan hal itu tidak benar dilihat dari data-data perekonomian Korea Selatan yang tidak berpengaruh sama sekali terhadap adanya ekspor kertas ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   PENGERTIAN EKSPOR
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah impor.Ekspor adalah kegiatan perseorangan atau badan hukum yang menjual barang ke luar negeri. Orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekspor dinamakan eksportir. Tujuan dilakukannya kegiatan ekspor biasanya adalah untuk memperoleh keuntungan. Sementara itu, tujuan dilakukannya ekspor bagi negara adalah untuk memperoleh devisa negara dalam bentuk mata uang asing.

B.     TUJUAN KEGIATAN EKSPOR
Adapun tujuan kegiatan ekspor adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik.
2.      Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar dalam negeri.
3.      Memanfaatkan kelebihan komoditas yang dimiliki.
4.      Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga mampu bersaing dengan negara lain.      

C.    PIHAK-PIHAK YANG BERPERAN DALAM KEGIATAN EKSPOR
Kegiatan perdagangan antarnegara lebih rumit daripada perdagangan di dalam negeri. Hal ini karena perdagangan antarnegara melibatkan banyak pihak. Selain itu, ada perbedaan bahasa, mata uang dan peraturan perdagangan di tiap-tiap negara. Para pelaku kegiatan ekspor yaitu sebagai berikut:
a.       Produsen Eksportir
Produsen Eksportir adalah perusahaan yang memproduksi barang-barang untuk diekspor. Produsen eksportir tidak menggunakan jasa perantara yaitu pedagang ekspor. Perusahaan yang bisa berperan sebagai produsen ekportir biasanya merupakan perusahaan besar atau berskala internasional. Perusahaan ini biasanya sudah memiliki pasaran di luar negeri. Misalnya, perusahaan di bidang tekstil, mebel, makanan kemasan dan elektronik.
b.      Pedagang Ekspor
Pedagang ekspor merupakan badan usaha yang diberi izin pemerintah untuk melakukan kegiatan ekspor. Pedagang ekspor tidak memproduksi sendiri barang yang diekspornya, tetapi menjual hasil produksi orang lain. Pedagang ekspor harus memiliki izin pemerintah dalam bentuk surat pengakuan eksportir, disertai dengan kartu Angka Pengenal Ekspor (APE). Dengan surat tersebut, pedagang ekspor diperbolehkan untuk melaksanakan ekspor komoditas sesuai yang tercantum dalam surat tersebut.
c.       Wisma Dagang
Wisma dagang merupakan suatu perusahaan ekspor yang besar dan dapat mengekspor berbagai komoditas. Perusahaan ini mempunyai jaringan pemasaran di seluruh dunia. Wisma dagang bisa bermula dari eksportir yang hanya mengekspor satu komoditas. Seiring perkembangan usahanya, eksportir mampu mengekspor berbagai komoditas.

D.    PROSEDUR DALAM PROSES EKSPOR
            Berikut prosedur yang bisa dilakukan dalam proses ekspor :
1.      Mencari tahu terlebih dahulu apakah barang yang akan kita ekspor tersebut termasuk barang yang dilarang untuk di ekspor, diperbolehkan untuk di ekspor tetapi dengan pembatasan, atau barang yang bebas di ekspor
2.      Memastika juga apakah barang kita diperbolehkan untuk masuk ke Negara tujuan ekspor.
3.      Jika kita sudah mendapatkan pembeli (buyer), menentukan sistem pembayaran, menentukan quantity dan spesifikasi barang, dll, maka selanjutnya kita mempersiapkan barang yang akan kita ekspor dan dokumen-dokumennya sesuai kesepakatan dengan buyer.
4.      Melakukan pemberitahuan pabean kepada Pemerintah (Bea Cukai) dengan menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) beserta dokumen pelengkapnya.
5.      Setelah eksportasi kita di setujui oleh Bea Cukai, maka akan diterbitkan dokumen NPE (Nota Persetujuan Ekspor). Jika sudah terbit NPE, maka secara hukum barang kita sudah dianggap sebagai barang ekspor.
6.      Melakukan stuffing dan mengapalkan barang kita menggunakan moda transportasi udara (air cargo), laut (sea cargo), atau darat.
7.      Mengasuransikan barang atau kargo kita (jika menggunakan term CIF)
8.      Mengambil pembayaran di Bank (Jika Menggunakan LC atau pembayaran di akhir)


BAB III
CONTOH KASUS EKSPOR

Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea

A.    PERMASALAHAN KASUS
            Negara-negara berkembang pada umumnya akan membantu industri domestiknya melalui subsidi atau kebijakkan ekonomi berupa hambatan tarif atau non tarif untuk memasukkan industrinya ke persaingan internasional apalagi dalam era Globalisasi teknologi dan informasi seperti sekarang ini, Negara atau pemerintah akan berusaha mendorong industrinya untuk bersaing di pasar internasional dan untuk bersaing perlu berbagai perbaikkan kualitas baik tenaga kerja ataupun produk. Indonesia sebagai Negara berkembang pada umumnya akan memilih suatu perusahaan domestic untuk di subsidi khususnya industri yang benar-benar menjadi ekspor Indonesia.
Indonesia sebagai negara berkembang pada umumnya akan memilih suatu perusahaan domestik untuk disubsidi khususnya industri yang benar-benar menjadi ekspor Indonesia. Dan selain itu, Indonesia juga mengambil kebijakan ekonomi seperti penetapan batasan impor, hambatan tarif dan non tarif dan kebijakan lainnya. Sama seperti negara lainnya, Korea juga menetapkan kebijakan ekonomi anti dumping untuk melindungi industri domestiknya. Kali ini yang menjadi sasaran negara yang melakukan dumping adalah Indonesia.
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO yaitu kasus antara Korea Selatan dan Indonesia, dimana Korsel menuduh Indonesia melakukan dumping Woodfree Copy Paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar.
Pada mulanya harga produk kertas Korsel tinggi dan juga produsen kertas Korsel tidak dapat memenuhi beberapa permintaan pasar. Pada saat itulah masuk produk kertas Indonesia dengan harga yang lebih murah (termasuk jika dibandingkan dengan harga di pasar Indonesia) dan juga dengan produk yang memiliki fungsi/nilai substitusi atas produk kertas yang tidak dapat dipenuhi produsen kertas Korsel, hal ini disebut juga dengan “Like Product”. Karena hal inilah maka produk kertas Indonesia lebih banyak diminati oleh pasar di Korsel, sedangkan kertas produk Korsel sendiri menurun penjualannya. Itulah mengapa Korsel menetapkan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk kertas yang masuk dari Indonesia, untuk melindungi produk dalam negeri nya.
Produk kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 jenis produk, tergolong dalam kelompok uncoated paper and paper board used for writingprinting, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.

B.     MENGAPA KASUS INI TERJADI
Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea Selatan mengajukan petisi anti-dumping terhadap produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commission (KTC) pada 30 September 2002. Dan pada 9 Mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dengan besaran untuk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BMAD terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dan untuk April Pine dan lainnya 2,80%.

C.    DAMPAK KASUS
Dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor Woodfree Copy Paper Indonesia ke Korsel yang pada tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun menjadi 67 juta dolar pada tahun 2003. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.

D.    PERAN PEMERINTAH
1.      Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu, Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan setelah keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar ketentuan anti dumping WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan Bea Masuk Anti Dumping.      Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8 - 8,22 % terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper.
2.      Pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.


E.     PENYELESAIAN KASUS
Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga negara ekspor dan ini merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Berikut langkah-langkah penyelesaian kasus dumping ini.
1.      Indonesia meminta bantuan kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body(DSB) WTO dan melalui Panel meminta agar kebijakan anti dumping yang dilakukan Korea ditinjau kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan yang paling banyak diabaikan dan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta Panel terkait dengan Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan membatalkan kebijakan anti dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh menteri keuangan dan ekonomi nya pada tanggal 7 November 2003. Yang menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan penentuan tarif seperti yang tercakup dalam GATT. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena Korea dinilai telah bertindak “curang” dengan tidak melaksanakan keputusan Panel.
Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam WTO.
2.      Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel.Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan. 
3.      Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan  oleh Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka Indonesia perlu melakukan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri. 


KESIMPULAN
Penjualan barang oleh eksportir keluar negeri dikenai berbagai ketentuan dan pembatasan serta syarat-syarat khusus pada jenis komoditas tertentu termasuk cara penanganan dan pengamanannya. Setiap negara memiliki peraturan dan ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Produk yang akan dipasarkan haruslah memiliki standar mutu yang baik (export quality) sehingga dapat memuaskan konsumen serta pengiriman barang yang tepat waktu yang dapat berdampak terhadap pemesanan secara reguler. Disamping itu eksportir haruslah mengerti selera konsumen negara tujuan ekspor. Kegiatan ekspor yang lancar akan ikut menyumbang pendapatan negara dari sektor pajak ekspor disamping tentunya akan berdampak positif berupa keuntungan yang diperoleh eksportir tersebut. Sementara itu untuk kasus dumping Indonesia – Korea Selatan pada akhirnya dimenangkan oleh pihak Indonesia. Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor.


REFERENSI

Anindika, Ratya & Reed, R. Michael. Bisnis dan Perdagangan Internasional. 2008. Andi: Yogyakarta
Griffin, Ricky W & Pustay, Michael W. Bisnis Internasional Edisi Keempat Jilid 2.2006. Indeks: Jakarta.
Tambunan, Tulus T H. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. 2004. Ghalia Indonesia: Jakarta.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Promosi dan Perencaan Program Pemasaran Bank Syari'ah, semoga bermanfaat

MATEMATIKA EKONOMI