Hadist Tentang Ayat Ekonomi
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan ekonomi merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kegiatan yang berupa produksi, distribusi dan konsumsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi seluruh kebutuhan hidup. Setiap tindakan manusia didasarkan pada keinginannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.Aktifitas ekonomi inipun dimulai dari zaman Nabi Adam hingga detik ini, meskipun dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Setiap masa manusia mencari cara untuk mengembangkan proses ekonomi ini sesuai dengan tuntutan kebutuhannya. Tidak terlepas dari itu, Islam yang awal kejayaannya di masa Rasulullah juga memiliki konsep sistem ekonomi yang patut dijadikan bahan acuan untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada saat ini.
Ketika kita berbicara tentang pengelolaan keuangan maka mau tidak mau kita harus berhadapan dengan pengelolaan pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan adalah hal yang berkaitan dengan sumber pemasukan baik tentang jumlah yang harus didapat maupun tata cara dalam mendapatkannya. Sementara pengeluaran adalah hal yang berkaitan dengan jumlah yang harus dikeluarkan maupun tentang tempat pengalokasian pengeluaran.
Sedangkan tentang akun pengelolaan keuangan, Eko Pratomo menjelaskan bahwa dalam mengelola keuangan yang Islami haruslah memenuhi ketentuan ISLAMIC yang artinya Income (Pendapatan), Spending (Pengeluaran dengan mengutamakan skala prioritas dalam pelaksanaannya), Longevity (Kehidupan panjang yang menyangkut kehidupan masa pensiun dan kehidupan akhirat), Assurance (Proteksi terhadap hal yang tidak terduga), Management of debt (Pengelolaan Hutang), Invesment (investasi) dan Cleansing of Wealth (Zakat sebagai sarana pembersihan harta).
Dari sini terlihat bahwa dalam mengelola keuangan Islami terdapat 7 akun yang terdiri dari 1 akun pendapatan (income) dan 6 akun pengeluaran yang terdiri dari spending, longevity, assurance, management of debt, investment dan cleansing of wealth.
Mengacu pada goal pengelolaan keuangan Islami yaitu falah dan tahapan untuk mencapai falah yaitu maslahah maka akun pemanfaatan pendapatan harus mencakup untuk tujuan jangka pendek yaitu kebahagiaan hidup di dunia dan kesuksesan hidup di akhirat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA
Defenisi Keuangan Negaradapat diapahami atas tiga interpretasi atau penafsiaran terhadap Pasal 29 UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusional keuangan negara. Penafsiran Pertama adalah:
Keuangan negara diartikan secara ssempit, untuk itu dapat disebutkan sebagai keuangan negar dalam aarti sempit, yang hanya meliputi keunagna negara yang bersumber pada APBN sebgai subsistem keunagn negara dalam arti sempit.
Sementara itu Penafsiaran Kedua adalah berkaitan dengan metode dan sistematik dan historis yang menyatakan:
Keuangan negara dalam arti luas yang meliputi keungan negara yang bersal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakikatnya seluruh harta kekayaan negara sebagai suatu sistem keuangan negara. Makna tersebutmengandung pemahan keuangan negara dalam arti luas, adalah segala sesutu kegitan atau aaktivitas errat dengan uang yang diterima atau dibentuk berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik.
Penafsiran ketiga dilakukan melalaui “pendekan sistematik dan teologis atau sosiologis terhadap keuangan negara yang dapat memberikan penafsiran yang relatif lebih akurat sesuai dengan tujuannya”. Maksudnya adalah:
“Apabila tujuan menafsirkan keuangan negara tersebut dimaksudkan utuk mengetahaui sistem pengurusan dan pertangungjawaban maka pengertian negara tersebut adlah sempit”
Selanjutnya pengertian keuangan negara apabila pendekatannya dilakukan dengan menggunakan cara penafssiran sitemati dan teologis untuk mengetahui sistem pengawasan atau pemeriksaan pertanggungjawaban, maka pengertian keuangan negara itu adalah pengertian keuangan negara dalam arati luas, yakni termasuk didalamnya keuangan yang berada dalam ABPN, APBD, BUMN, BUMD, dan apada hakikatnya seluruh keuangan negara merupakan objek pemeriksaan dan pengawasan.
B. SEJARAH SUMBER-SUMBER KEUANGAN NEGARA
Lembaga Keuangan Negara (Baitul Maal)
Lima abad yang lampau tidak ada konsep yang jelas mengenai cara mengurus keuangan dan kekayaan Negara dibelahan dunia manapun. Pemerintah suatu Negara adalah badan yang dipercaya untuk menjadi pengurus tunggal kekayaan Negara dan keuangannya. Rasulullah adalah kepala Negara pertama yang memperkenalkan konsep keuangan Negara diabad ke-7, yaitu semua hasil pengumpulan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudiaan dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan Negara. Hasil pengumpulan itu adalah milik Negara bukan milik individu. Dan tempat pengumpulan ini disebut Baitu maal atau bendahara Negara.
Semasa Rasulullah masih hidup, masjid Nabawi digunakan sebagai kantor pusat Negara sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan Baitul Maal. Namun binatang-binatang tidak bisa disimpan di Baitul Maal, akan tetapi ditempatkan di padang terbuka sesuai dengan alamnya. Pemasukan yang diterima Negara disimpan dimasjid dalam jangka waktu yang singkat, dan kemudian didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan tanpa ada sisa. Dalam buku-buku budaya dan sejarah terdapat 40 nama sahabat yang biasa dikatakan dalam istilah modern disebut pegawai Rasulullah, namun tidak disebutkan adanya seorang bendahara Negara. Karena hal ini hanya dimungkinkan terjadi didalam lingkungan yang memiliki pengawasan yang ketat.
Rasulullah SAW bersabda:
حَدَّ ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْمُسْنَدِئُّ قَا لَ حَدَّ ثَنَ اَبُؤ رَؤْحٍ الْحَرَمِئُ بْنُ عُمَارَةَ قَا لَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ ؤَاقِدِبْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ سَمِعْتُ اَبِئ يُحَدَّثُ عَنْ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُولَ اللهُ صَلَّئ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اُمِرْتُ اَنْ اُقَا تِلَ النَّا سَ حَتَّي يَشْهَدُوا اَنَّ لاَ اِلَهَ اِلَّا اللهُ ؤَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوا الصَّلَاةَ ويُؤتُوا ازَّكَاةَ فَاِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَاَمْوَا لَهُمْ اِلَّابِحَقِّ الْاِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَئ الله
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al Musnadi dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Syu’bah dari Waqid bin Muhammad berkata: aku mendengar bapakku menceritakan dari Ibnu Umar bhwa Rasulullah SAW bersbda ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi, tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa sesunnguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka lakukan demikian, maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan jalan yang sah haknya menerut islam dan perhitungan mereka terserah pada Allah.
Sumber Keuangan Negara Pada Masa Rasulullah Saw
Pemikiran Ekonomi Islam diawali sejak Nabi Muhammad Saw diutus sebagai seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah Saw mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik, dan juga masalah perniagaan atau ekonomi. Permasalahan ini menjadi salah satu pusat perhatian utama Rasulullah Saw, karena hal ini merupakan pilar penyangga keimanan yang penting. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah Saw bersabda, “kemiskinan membawa orang kepada kekufuran”
Sebelum Islam datang, situasi kota Yastrib sangatlah tidak menentu. Karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Hukum dan pemerintahan dikota ini tidak pernah berdiri dengan tegak, dan masyarakat senantiasa hidup dalam ketidak pastian. Oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota Yastrib berinisiatif menemui Nabi Muhammad Saw, yang terkenal dengan sifat Al-Amin (terpercaya) untuk memintanya agar menjadi pemimpin mereka. Mereka juga berjanji untuk selalu menjaga keselamatan diri Nabi dan para pengikutnya yang ikut serta dalam memelihara dan mengembangkan ajaran Islam. Nabi Muhammad Saw berhijrah dari kota Makkah kekota Yastrib sesuai dengan perjanjian, dikota yang subur ini, Rasulullah Saw disambut dengan hangat serta diangkat sebagai pemimpin penduduk kota Yastrib. Sejak saat itulah kota Yastrib berubah nama menjadi kota Madinah.
Sudah pasti, upaya mengentas kemiskinana merupakan kebijakan-kebijakan sosial yang dikeluarkan Rasulullah Saw. Lebih aktualnya lagi, bahwa Muhammad Rasulullah sangat memperhatikan perihal ekonomi umat Islam, ketika umat Islam telah memiliki sebuah wilayah, yaitu Madinah. Masjid sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam. Selain sebagai pusat ibadah, Rasulullah telah mengfungikan masjid sebagai pusat komando operasi militer, pemerintahan dan pusat perekonomian.
Pada tahun-tahun awal dideklarasikan Madinah sebagai sebuah Negara, Madinah hampir tidah memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran Negara. Seluruh tugas Negara dilaksanakan oleh kaum muslim secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memperoleh pendapatan dari berbagai sumber yang tidak terikat. Oleh karena itu, Madinah merupakan Negara yang baru dibentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Karena peletakan dasar-dasar sistem keuangan Negara yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus Berlian dan sangat sprektakuler pada masa itu. Sehingga Islam menjadi agama dan Negara yang dapat berkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat. Dalam perjalanan roda pemerintahannya, Rasulullah Saw, mendapat 2 sumber pendapatan secara umum, yaitu:
Sumber Primer Keuangan Negara
Sumber pendapatan primer merupakan pendapatan utama bagi Negara dimasa Rasulullah Saw adalah zakat dan ushur. Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushur merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Dan pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk pengeluaran umum Negara. Lebih jauh lagi, zakat secara fundamental adalah pajak lokal. Dalam hadist Bukhori disebutkan, Rasulullah Saw berkata kepada muadz, ketika ia mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zakat. “katakanlah kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang akan diambil dari orang kaya diantara mereka, dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka”. Demikianlah bahwa, pemerintah pusat berhak menerima keuntungan hanya bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusukan lagi kepada orang-orang yang berhak. Pencatatan seluruh penerimaan Negara pada masa Rasulullah tidak ada. Dalam kebanyakan kasus pencatatan diserahkan pada pengumpul zakat, karena setiap orang pada umumnya telah terlatih dalam masalah pengumpulan zakat.
Sumber Sekunder Keuangan Negara
Di samping sumber-sumber pendapatan primer sebagai penerimaan fiskal pemerintahan Rasulullah Saw, ada juga sumber pendapatan sekunder yang menjadi sumber pendapatan Negara, antara lain :
• Uang tebusan untuk para tawanan perang (hanya khusus pada perang Badar, pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang)
• Pinjaman-pinjaman setelah menaklukkan kota Makkah,
• Amwal fadhilah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
• Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatannya disimpan di Bitul mal.
• Nawaib adalah pajak khusus yang dibebankan kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran Negara selama masa darurat.
• Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim
• Kharaj, yaitu pajak tanah yang dipunggut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar ditaklukkan
• Zakat fitrah, zakat yang ditarik dibulan Ramadhan dan dibagikan sebelum sholat idul fitri.
• Shadaqah, seperti kurban dan kaffarat. Kaffarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan, seperti berburu dimusin haji.
• Ghanimah, harta rampasan perang atas musuh yang kalah.
• Fay’, harta yang ditinggalkan oleh pemiliknya tanpa peperangan.
Sumber Keuangan Indonesia Sekarang
Penerimaan pemerintah kita artikan sebagai penerimaan pemerintah dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu meliputi pajak, penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang dan jasa yang dimiliki dan dihasilkan oleh pemerintah, pinjaman pemerintah, mencetak uang dan sebagainya. Didalam kenyataannya kita tidak bisa menarik batas yang tegas dalam macam-macam sumber kpenerimaan pemerintah. Tetapi, walaupun demikian sumber-sumber penerimaan Negara atau cara-cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk mendapatkan penerimaan pada intinya dapat digolongkan sebagai berikut :
• Pajak, yaitu pembayaran iuran oleh rakyat kepeda pemerintah dengan tanpa balas jasa langsung.
• Retribusi, yaitu suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah, dimana kita bisa melihat adanya hubungan antara balas jasa langsung diterima dengan adanya pembayaran Contoh : pelayanan medis dirumah sakit milik pemerintah.
• Keuntungan dari perusahaan-perusahaan Negara, yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan barang-barang yang dihasilkan oleh perusahaan Negara dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
• Denda-denda dan rampasan yang dilakukan oleh pemerintah.
• Sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah, sebagai pembayaran biaya-biaya perizinan (lisensi) atau pungutan lainnya.
• Percetakan uang, merupakan kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah dan tidak dimiliki oleh individu dalam masyarakat.
• Pinjaman Negara, yaitu sumber penerimaan Negara, yang dilakukan apabila terjadi defisit anggaran. Pinjaman pemerintah dikemudian hari akan menjadi beban pemerintah, karena pinjaman tersebut harus dibayar kembali, berikut dengan bunganya. Pinjaman dapat diperoleh dari dalam maupun luar negeri. Sumber pinjaman bisa berasal dari pemerintah, institusi perbankan, institusi non bank, maupun individu.
• Penyelenggaraan undian berhadiah, dengan menunjuk suatu institusi tertentu sebagai penyelenggara, jumlah yang diterima pemerintah adalah selisih dari penerimaan uang undian, yang dikurangi dengan biaya operasional dari besarnya hadiah yang dibagikan. Negara-Negara yang menyelenggarakan undian berhadiah seperti, Amerika Serikat, Kanada, Austalia, Jepang, Jerman dan Indonesia juga pernah.
Dari uraian diatas, pajak merupakan sumber utama penerimaan Negara, disamping dari sumber migas dan nonmigas. Dengan demikian, pajak merupakan penerimaan Negara yang strategis yang harus dikelola dengan baik agar keuangan Negara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Dalam struktur keuangan Negara, tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jendral Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Jenis-jenis pajak yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan niali (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Sebagai sumber utama penerimaan Negara, pajak mempunyai peranan yang sangat strategis bagi kelangsungan pembangunan Negara. Maka pajak harus dikelola dengan baik. Dan untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui PPh, maka prioritas utama yang perlu diperhatikan adalah peningkatan wajib pajak (WP), sehingga cukup tepat kebijakan pemerintah saat ini yang memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWB) pribadi secara gratis kepada seluruh masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memiliki NPWP. Hal ini untuk lebih menintensifkan penerimaan pajak, dan untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak bagi para wajib pajak yang telah memenuhi syarat memiliki NPWP maupun bagi badan usaha yang bersangkutan.
C. RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
Ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara danmembayar tagihan pihak ketiga dan penerimaan Negara
c. Pengeluaran Negara
d. Penerimaan daerah
e. Pengeluaran daerah
f.Kekayaan Negara, kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara$perusahaan daerah
g.Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan$atau kepentingan umum
i.Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah
j. Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian Negara/lembaga.
D. PRINSIP-PRINSIP KEUANGAN NEGARA
1. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Jelasnya, setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban.
2. APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
3. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
4. APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
5. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
6. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
7. Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
8. Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD
Fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi yang dimiliki oleh APBN/APBD mengandung arti sebagai berikut:
• Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
• Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
• Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
• Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
• Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
• Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Pengertian APBN( Anggaran Pendapatan Belanja Negara)
APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan Undang-Undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
• Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Dalam pungutan perpajakan tersebut termasuk pungutan bea masuk dan cukai.
• Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja, dengan penjelasan sebagai berikut:
• Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.
• Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
• Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Penyusunan APBN
• APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
• Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
• Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN. Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
• Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Pengertian APB
APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja, dengan penjelasan sebagai berikut:
• Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis daerah.
• Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
• Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Penyusunan APBD( Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)
APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Artinya, dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
• Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
• Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.
• Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial
E. ASAS-ASAS UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Aturan pokok Keuangan Negara telah dijabarkan ke dalamasas-asas umum, yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang baik (best practices) dalam pengelolaan keuangan negara. Penjelasan dari masing-masing asas tersebut adalah sebagaiberikut.
a. Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran Negara dibuat secara tahunan yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif (DPR).
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa tidak diperkenankan terjadinya percampuran antara penerimaan negara dengan pengeluaran negara.
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap, berarti semua pengeluaran harus tercantum dalam anggaran. Oleh karena itu, anggaran merupakan anggaran bruto, dimana yang dibukukan dalam anggaran adalah jumlah brutonya.
d. Asas Spesialitas mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif berarti penggunaan anggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah ditentukan.
e. Asas Akuntabilitas berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa setiap pengguna anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya.
f. Asas Profesionalitas mengharuskan pengelolaan keuangan negara ditangani oleh tenaga yang profesional.
g. Asas Proporsionalitas; pengalokasian anggaran dilaksanakan secara proporsional pada fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin dicapai.
h. Asas Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan adanya keterbukaan dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasan oleh lembaga audit yang independen.
i. Asas Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, memberi kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara secara objektif dan independen.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip pemerintahan daerah. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Undang-undang yang berlaku, bahwa keuangan Negara adalah meliputi:
• Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
• Ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak,
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga dan penerimaan Negara
c. Pengeluaran Negara
d. Penerimaan daerah
e. Pengeluaran daerah
f.Kekayaan Negara,
g.Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan$atau kepentingan umum
i.Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah
j. Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian Negara/lembaga, atau perusahaan
Saran-Saran
- Menjaga kekayaan Negara dengan memberi masukan terhadap kondisi keuangan Negara yang dikelola pejabat setempat.
- Menjalankan hak dan kewajiban dalam bidang keuangan bagi rakyat banyak seperti hak-hak atas dana pembangunan desa, atau untuk kepentingan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dian Puji N. Simatupang, S.H., M.H., Determinasi Kebijakan Anggaran Negara Indonesia, Studi Yuridis, Papas Sinar Sinanti, Jakarta : 2005
Eko Pratomo, “Cara Mudah Mengelola Keuangan Keluarga Secara Islami”, Hijrah Institute, Jakarta: 2004 hal 56
Isnaini Harahap dkk, “Hadist- Hadist Ekonomi” Kencana, Jakarta: 2015
Sri Rahayu, Ani “Pengantar Kebijakan Fiskal” Jakarta: PT Bumi Aksara: 2010
Triyanto Widodo, Suseno, Indikator Ekonomi, Yogyakarta: Kanisius: 1990
http://blogspot.co.id/2012/12/tentang-keuangan-negara.html
http://blogspot.co.id/201/12/-tentang-keuangan-negara-dalam-islam.html
http://agamkab.go.id/?agam=kreatifitas&se=detil&id=363
http://rakaraki.blogspot.co.id/2013/04/pengertian-dan-ruang-lingkup-keuangan.html
Komentar
Posting Komentar